Nama yang Membuka Hati Kita Akan Hadirnya Allah
Nama yang Membuka Hati Kita Akan Hadirnya Allah
Bacaan Alkitab : Matius 1 : 23
Ketika malaikat menyampaikan kabar
kepada Yusuf bahwa anak yang dikandung Maria akan disebut Imanuel, itu bukan
sekadar pemberian nama yang indah atau bernuansa religius. Dalam tradisi
Ibrani, nama bukan hanya identitas—nama adalah penyingkapan karakter, tujuan,
dan karya Allah. Karena itu, ketika Yesus disebut Imanuel, maknanya jauh
melampaui huruf-huruf yang membentuknya. Nama ini memuat salah satu deklarasi
terbesar dalam seluruh Alkitab: Allah beserta kita. Di Perjanjian Lama,
kehadiran Allah sering ditandai melalui simbol—kemah pertemuan, tabut
perjanjian, tiang awan dan api. Kehadiran-Nya tampak, tetapi tetap terdapat jarak antara Allah yang Kudus dan
manusia yang berdosa. Sehingga manusia tidak dapat mendekati Allah, tanpa
adanya ritual. Namun Matius 1:23 membawa sebuah perubahan dramatis dalam
sejarah keselamatan. Untuk pertama kalinya, Allah tidak hanya “menyertai” dari
kejauhan, tetapi Dia juga masuk ke dalam dunia manusia. Ia menjadi daging,
tinggal di antara kita, dan mengikat diri dalam pengalaman manusia: lahir,
bertumbuh, bekerja, menangis, merasa lapar, dan menderita.
Imanuel berarti Allah tidak lagi
jauh. Ia tidak lagi hanya memberi hukum, tanda, atau firman dari surga. Ia
turun ke palungan, berjalan di atas debu, dan menjumpai manusia di tengah
kenyataan hidup yang kotor, retak, dan penuh pergumulan. Allah yang jauh kini
dekat. Allah yang transenden kini hadir. Allah yang mulia kini menyentuh dunia
yang rapuh. Nama Imanuel juga berarti bahwa Allah hadir bukan hanya dalam
momen-momen besar, tetapi dalam kehidupan biasa yang sering tidak kita sadari.
Kehadiran Allah tidak menunggu kita sempurna—Dia datang justru ketika kita
terhilang. Tidak menunggu kita berhasil—Dia datang ketika kita hancur. Tidak
menunggu situasi tenang—Dia datang ketika dunia penuh kekacauan. Itu sebabnya
Imanuel bukan hanya gelar teologis; ini adalah jaminan bagi setiap orang
percaya bahwa Allah tidak meninggalkan kita dalam perjalanan hidup ini.
Lebih dari itu, Imanuel adalah pengingat bahwa keselamatan tidak dimulai dari usaha manusia mendekati Allah, tetapi dari Allah yang datang mendekati manusia. Keintiman itu bukan dimulai dari bawah, tapi dari atas. Allah tahu kelemahan dan keterbatasan kita untuk menghampiri Dia, dan karena itu Dia sendiri yang turun untuk menghampiri kita. Nama itu juga berbicara tentang penyertaan yang berkelanjutan. Yesus bukan hanya “Imanuel” saat Ia lahir; Ia tetap menjadi Imanuel sepanjang hidup-Nya dan bahkan setelah kebangkitan-Nya. Ketika Ia berkata dalam saat menyampaikan Amanat Agung, “Aku menyertai kamu senantiasa,” disini, Ia sedang menegaskan kembali makna nama itu: penyertaan yang tidak tergoyahkan, tidak tergantung situasi, dan tidak dipatahkan oleh kematian sekalipun. Karena itu, merenungkan Matius 1:23 berarti merenungkan inti dari iman Kristen: bukan Allah yang jauh, tetapi Allah yang dekat. Bukan Allah yang pasif, tetapi Allah yang turun tangan. Bukan Allah yang menuntut jarak, tetapi Allah yang membangun relasi.
Nama Imanuel adalah kabar bahwa
kita tidak pernah menjalani hidup sendirian.
Dalam ketakutan—Allah beserta kita. Dalam kegagalan—Allah beserta kita. Dalam
kesedihan—Allah beserta kita. Dalam kebingungan—Allah beserta kita. Dalam
setiap musim hidup—Allah beserta kita.
Saudara, apa yang berubah dalam keputusan dan sikap kita jika kita benar-benar menyadari bahwa Allah hadir di setiap langkah kita? Kiranya melalui firman Tuhan ini kita diigatkan bahwa, nama ini—Imanuel—menjadi sumber penghiburan dan kekuatan bagi kita: bahwa Allah tidak jauh, tidak diam, dan tidak membiarkan kita sendiri. Ia datang, Ia tinggal, dan Ia menyertai. Amin. (RT)

Komentar
Posting Komentar