Menutup Tahun dengan Kasih Setia Tuhan

Selasa, 30 Desember 2025*
Menutup Tahun dengan Kasih Setia Tuhan
Bacaan Alkitab : Ratapan 3:22-23



Ratapan 3:22–23 bukanlah ayat yang lahir dari suasana damai atau ibadah yang megah. Ayat ini muncul dari peristiwa kehancuran. Yeremia mengucapkannya ketika Yerusalem telah runtuh, Bait Allah dibakar, dan umat Tuhan hidup dalam trauma serta pembuangan. Namun justru di tengah kondisi itu ia berkata, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya.”

        Kata “kasih setia” yang digunakan adalah esed, yaitu kasih perjanjian. Ini bukan kasih yang bergantung pada respon manusia, bukan kasih yang berubah karena kegagalan umat,  namun  bukan pula kasih yang memanjakan dosa. esed adalah kasih Allah yang teguh, setia pada janji-Nya, dan tidak dapat dibatalkan. Yeremia tidak berkata bahwa Israel setia, tetapi bahwa Tuhan tetap setia. Fokus ayat ini bukan pada keadaan manusia, melainkan pada karakter Allah.

Kemudian Yeremia melanjutkan, “Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu.” Kalimat ini tidak berarti bahwa penderitaan telah berakhir. Kota masih hancur, umat masih menderita. Tetapi setiap pagi mereka bangun dan masih hidup. Setiap pagi menjadi bukti bahwa Tuhan belum meninggalkan umat-Nya. Rahmat Tuhan tidak menua, tidak basi, dan tidak habis, seperti fajar yang selalu datang setelah malam tergelap.

Kasih setia Tuhan tidak meniadakan keadilan. Israel tetap dihukum karena dosa mereka. Namun penghukuman bukan akhir cerita. Kasih setia Tuhan justru memanggil umat-Nya kembali, memberi kesempatan baru, dan menjaga agar mereka tidak binasa. Tuhan tetap setia sekalipun umat tidak setia. Saat kalender tahun ini hampir habis, satu kebenaran tetap berdiri: kita masih hidup karena kasih setia Tuhan. Karena Setiap hari adalah anugerah,  Maka  pengharapan kita untuk tahun yang akan datang bukan terletak pada perubahan situasi, melainkan pada kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berubah.

Ratapan 3:22–23 mengajarkan kita menutup tahun bukan dengan menoleh pada kesetiaan kita yang rapuh, melainkan pada kesetiaan Tuhan yang teguh. Tuhan tidak menyangkal keadilan-Nya, tetapi Ia juga tidak menarik kembali kasih perjanjian-Nya. Ia menegur, memurnikan, dan memanggil kita kembali—karena Ia setia. Maka saat kita melangkah keluar dari tahun ini, kita tidak membawa kepastian tentang hari esok, tetapi kita membawa satu pengakuan iman: Tuhan yang setia sepanjang tahun ini, akan tetap setia di tahun yang akan datang. Setiap pagi yang akan terbit nanti masih akan disambut oleh rahmat yang baru, dan setiap langkah kita akan tetap berada di bawah kesetiaan-Nya yang besar.

Saudara sepanjang tahun ini, di bagian mana saya paling merasakan kesetiaan Tuhan menopang hidup saya? Biarlah kiranya, kita menutup tahun ini dengan rendah hati dan penuh pengharapan—bukan karena hidup selalu mudah, tetapi karena Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. (FS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup sesuai Kehendak Allah

Menghormati Allah dalam Penderitaan

Pengalaman Rohani Bersama Allah