Ketika Allah Menuliskan Hukum-Nya
Ketika Allah Menuliskan Hukum-Nya
Dalam keluaran 31:18,
saat di puncak Gunung Sinai Musa telah
selesai mendengar seluruh firman Tuhan. Kemudian Tuhan menyerahkan kepadanya
dua loh batu — loh yang ditulisi oleh sendiri oleh Allah. Loh batu ini bukan sekadar dokumen; ia adalah
perjanjian kudus, sakral, dan permanen tertulis bukan oleh manusia, melainkan
oleh Allah sendiri. Loh batu itu adalah bukti: hukum moral Tuhan bukan produk
manusia, melainkan asal-usulnya ilahi. Ketika Allah menuliskannya dengan
jari-Nya sendiri, artinya hukum itu mempunyai otoritas langsung dari Tuhan —
kekal, tidak berubah, dan melampaui apapun yang diciptakan manusia.
“Tuhan sendiri
menuliskan — bukan lewat nabi, bukan lewat manusia — melainkan oleh kekuasaan
dan kuasa-Nya.” Dan loh batu itu tidak mudah habis, kerana terbuat dari batu —
kuat, tahan lama, melambangkan kekokohan hukum Tuhan untuk generasi demi
generasi. Tetapi ada dua makna sekaligus:
- Di
satu sisi, loh batu menunjukkan kekokohan hukum — permanen, tak berubah.
- Di
sisi lain, memilih batu sebagai media juga menggambarkan kerasnya hati
manusia — bahwa dalam keadaan alami, manusia sulit menerima dan menuliskan
apa yang baik dalam hati kita. Tuhan tahu itu.
Oleh karena itu,
hanya dengan kuasa-Nya — “jari Allah” — hukum itu bisa tertulis. Dan ini
mengingatkan kita: bukan manusia yang membuat standar moral; melainkan Allah
yang menanamkan standar itu, dan hanya lewat kuasa-Nya pula hukum itu punya
otoritas sejati.
Firman Tuhan adalah Dasar
Hidup yang Kokoh. Karena hukum ditulis oleh Allah sendiri dan di loh batu yang
tidak mudah rusak, maka Firman-Nya adalah dasar yang kokoh. Bukan sekadar
pedoman adat, opini manusia, atau norma budaya yang berubah-ubah tetapi fondasi
kehidupan yang tahan lama. Dalam budaya
yang terus berubah, mudah tergoda menurunkan atau menyelewengkan norma moral.
Tetapi loh batu mengingatkan: standar benar-salah bukan milik manusia,
melainkan milik Tuhan. Kita dipanggil untuk tetap berpegang teguh pada
kebenaran itu.
Saudara, Apakah kita memberi ruang bagi firman Tuhan untuk membentuk keputusan-keputusan kecil dalam kehidupan kita? Biarlah kita terus mengingat bahwa loh batu yang dituliskan oleh jari Allah bukan hanya penanda hukum, tetapi penanda kasih. Tuhan tidak memberi perintah untuk membebani, melainkan untuk menuntun. Dan meskipun kita tidak selalu mampu menaati semuanya dengan sempurna, Roh Kuduslah yang menolong, menuliskan kembali kebenaran itu di dalam loh hati kita. Kiranya setiap hari kita hidup dari firman yang kokoh, berjalan dalam kasih yang memimpin, dan dipulihkan oleh kuasa-Nya yang bekerja dalam batin kita. Dan biarlah hidup kita menjadi bukti bahwa hukum Tuhan bukan sekadar tulisan pada batu, tetapi kehidupan yang nyata melalui kita. (FS)

Komentar
Posting Komentar