Keserupaan dengan Dunia Membuat Kekudusan Pudar

Jumat, 12 Desember 2025
Keserupaan dengan Dunia Membuat Kekudusan Pudar

Bacaan Alkitab : Keluaran 30:32–33




Keluaran 30:32–33 adalah bagian dari instruksi Allah kepada Musa tentang minyak urapan kudus—sebuah campuran khusus yang hanya boleh dipakai di Kemah Suci dan pada para imam. Minyak ini bukan sekadar wewangian; ia adalah simbol pemisahan, tanda bahwa sesuatu atau seseorang telah ditetapkan hanya bagi Allah. Karena itu Tuhan memberikan dua larangan keras: (1) minyak itu tidak boleh ditiru, dan (2) tidak boleh dipakai untuk penggunaan lain, selain untuk ritual pengurapan. Bahkan hukuman bagi yang melanggarnya sangat drastis: “ia harus dilenyapkan dari bangsanya.” Larangan ini menunjukkan satu prinsip penting: apa yang Allah tetapkan sebagai kudus harus diperlakukan dengan penghormatan yang sesuai. Meniru minyak itu berarti mencampuradukkan yang sakral dengan yang sekuler—menghapus batas yang Allah sendiri tetapkan. Dan begitu batas itu kabur, kekudusan kehilangan bobotnya, kehilangan maknanya. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang minyak. Ia berbicara tentang hati, tentang bagaimana sikap manusia terhadap kekudusan dapat tercermin dalam tindakan sederhana seperti meniru apa yang kudus untuk kepentingan diri.

Bukankah itulah godaan kita hari ini? Kita ingin terlihat rohani, namun dengan cara yang diterima dunia. Kita ingin berintegritas, tetapi tetap relevan tanpa dibenci. Kita ingin dekat dengan Tuhan, tetapi tidak ingin terlihat “berbeda” dari arus zaman. Perlahan, hampir tanpa sadar, kita mulai menyalin pola-pola dunia: gaya bicara, gaya hidup, prioritas, bahkan cara mengukur nilai diri. Roma 12:1–2 menegaskan hal ini dengan lantang: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.” Keserupaan tidak datang sekaligus. Ia datang dari kompromi kecil: ketika hal-hal rohani dipakai untuk memanipulasi; ketika pelayanan dijadikan pencitraan; ketika batas antara yang sakral dan yang sekuler dihapuskan atas nama “fleksibilitas”. Padahal kekudusan membutuhkan pembedaan—apokreasi—kemampuan memisahkan mana yang untuk Tuhan dan mana yang tidak.

Bukan berarti sekuler itu najis. Tetapi yang kudus memiliki tempatnya sendiri, batasnya sendiri, hormatnya sendiri. Dan hidup Kristen adalah hidup yang menghormati batas-batas itu. Ada hal yang tidak kita sentuh. Ada kesempatan yang tidak kita kejar. Ada kata-kata yang tidak kita ucapkan. Ada godaan yang kita kendalikan. Pengendalian diri adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap kekudusan Allah di dalam hidup kita. Ketika batas kabur, kekudusan memudar. Ketika kita mulai meniru dunia, identitas kita kehilangan bobotnya. Dan seperti pemuda Lewi itu, kita akan mendapati bahwa usaha menyerupai kekudusan tanpa ketaatan justru membuat kita menjauh dari sumber kekudusan itu sendiri.

Saudara, Apa bentuk kompromi kecil yang paling sering saya lakukan? Kiranya kita memilih menjadi orang yang tidak meniru dunia, tidak memakai kekudusan untuk kepentingan diri, dan tidak menghapus garis yang Allah letakkan. Sebab kekudusan bukan untuk dipamerkan—melainkan untuk ditaati, dihormati, dan dijaga. (FS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup sesuai Kehendak Allah

Menghormati Allah dalam Penderitaan

Pengalaman Rohani Bersama Allah