Kekudusan Tuhan Yang Menyentuh Kita
Kekudusan Tuhan Yang Menyentuh Kita
Bacaan Alkitab : Keluaran 30:26–29
Keluaran 30:26–29 berada dalam rangkaian
perintah Allah kepada Musa tentang bagaimana Kemah Suci dan seluruh
perabotannya harus dipersiapkan untuk ibadah. Dalam bagian ini, Tuhan
memerintahkan Musa untuk mengurapi mezbah, kandil, meja roti sajian, dan
seluruh perlengkapan ibadah dengan minyak urapan kudus. Tindakan pengurapan ini
bukan sekadar ritual simbolis, tetapi penetapan ilahi yang menjadikan
benda-benda itu “mahakudus” (qōdesh qodāshîm)—yakni tingkat
kekudusan tertinggi dalam seluruh sistem ibadah Israel. Dengan pengurapan,
perabot-perabot itu dipisahkan hanya
untuk pelayanan kepada TUHAN. Tidak boleh dipakai untuk tujuan lain, tidak
boleh disentuh sembarangan. Mereka sekarang berada dalam lingkup kekudusan
Allah.
Kekudusan ini adalah penetapan Allah. Suatu deklarasi
bahwa benda atau orang yang sudah
diurapi sekarang hanya
milik-Nya, dan tidak boleh disentuh Siapa pun yang menyentuh yang telah
dikuduskan akan turut menjadi kudus. Bukan karena kekuatan benda itu sendiri,
tetapi karena Allah menetapkan hadirat-Nya atasnya.
Kita bukan mezbah atau kandil. Tetapi kita
adalah orang-orang yang telah diurapi secara rohani oleh Roh Kudus. Kita
dibenarkan oleh Kristus, ditandai sebagai milik Allah. Identitas kita sudah
kudus—kekudusan
identitas.
Namun hidup kenyataan kita sering jatuh, goyah, dan penuh pergumulan—kekudusan faktual.
Di sini kita sadar: kekudusan tidak pernah muncul dari usaha manusia semata.
Kekudusan adalah kolaborasi: usaha kita yang lemah dipadukan dengan kuasa transformasi
Roh Kudus. Pengurapan yang Musa lakukan meneguhkan
fungsi dan identitas benda-benda ibadah. Demikian juga Roh Kudus meneguhkan
siapa kita di hadapan Allah. Pengurapan itu bukan hanya status, tetapi
undangan. Undangan untuk hidup berbeda. Undangan untuk menjauh dari hal duniawi
dan mendekat kepada hadirat Allah yang mengubahkan.
Ketika Allah menyentuh kita melalui firman,
doa, dan ibadah yang sungguh, ada sesuatu yang berubah dalam diri kita.; Cara
kita berbicara., Cara kita berpikir dan Cara kita mengambil keputusan.
Kekudusan bukan lagi beban moral, melainkan hasil dari kedekatan. Sama
seperti benda-benda dalam Kemah Kudus, kita menjadi kudus bukan karena kita
layak, tetapi karena Allah sendiri menyatakan: “Engkau milik-Ku.” Pada
akhirnya, pesan Keluaran 30:26–29 mengingatkan kita bahwa kekudusan bukan hanya
standar moral, melainkan sebuah perjumpaan. Sama seperti perabot ibadah
diurapi dan dipisahkan sepenuhnya bagi Allah, demikian pula hidup kita
dipanggil untuk menjadi milik-Nya secara utuh. Kita tidak dibiarkan berjuang
sendirian—Roh Kudus bekerja bersama kita, memperkuat komitmen lemah kita dengan
kuasa-Nya.
Saudara, Apakah hidup kita bergerak mendekat kepada hadirat Tuhan, atau menjauh? Biarlah kiranya kita tidak hanya puas dengan status “telah dikuduskan,” tetapi sungguh hidup seperti orang yang menjadi milik Allah. Sebab setiap langkah mendekat kepada-Nya selalu membawa perubahan. Kekudusan itu mengalir, menular, dan mengubah kita—dari dalam ke luar. (FS)

Komentar
Posting Komentar