Pelataran: Tempat Di Mana Kekudusan Dimulai
Pelataran: Tempat Di Mana Kekudusan Dimulai
Dalam rancangan Kemah Suci, pelataran
menjadi bagian
paling luar, tempat pertama yang dijumpai oleh setiap
orang Israel yang datang membawa korban. Di sinilah perjumpaan pertama
antara manusia berdosa dan Allah yang kudus terjadi. Pelataran menjadi simbol dari kehidupan yang sedang mengalami proses pengudusan. Ia bukan ruang maha kudus tempat
hadirat Allah bersemayam, namun di sinilah dimulai perjalanan rohani
menuju-Nya. Pelataran bukan sekadar halaman; ia adalah tempat
pertemuan kasih dan kekudusan Allah, di mana manusia
diundang untuk dipulihkan dan disucikan.
Allah tidak meminta pelataran itu
dibuat secara sembarangan. Ia memerintahkan agar tirai-tirainya dibuat dari kain lenan halus yang
ditenun, panjangnya seratus hasta. Lenan halus ini bukan
bahan murah, melainkan simbol kemurnian dan kesucian. Allah ingin agar batas kehidupan umat-Nya
dipagari oleh kemurnian. Hidup yang kudus bukan sekadar
menjauhi dosa, tetapi menjaga hati tetap murni di hadapan-Nya. Seperti lenan
putih di pelataran, hidup kita seharusnya menjadi pantulan dari karakter Allah
yang suci.
Namun, tirai itu tidak bisa berdiri
sendiri. Ia ditopang oleh tiang-tiang tembaga yang kokoh. Tembaga
dalam Alkitab sering melambangkan keteguhan dalam penghakiman dan kekuatan dalam ujian.
Tiang-tiang itu berdiri teguh di tengah panasnya padang gurun, menahan tiupan
angin, dan tetap menopang tirai agar berdiri tegak. Begitu juga kehidupan yang
dikuduskan: ia tidak lepas dari ujian. Kadang angin pencobaan datang bertiup
kencang, panas kehidupan membuat iman melemah, namun orang yang dikuduskan
tetap berdiri teguh.
Pelataran menjadi simbol dari kehidupan yang sedang
dikuduskan. Ini bukan ruang maha kudus, belum sempurna,
belum sampai ke hadirat Allah yang paling dalam, tetapi di sinilah perjalanan
menuju kekudusan dimulai. Di pelataranlah korban dipersembahkan, dosa diakui,
dan hati dibersihkan. Begitu juga dengan hidup kita: setiap hari kita hidup di
pelataran itu, di tempat di mana Allah terus membentuk dan menyucikan kita. Kekudusan
bukan tujuan akhir yang tiba-tiba dicapai; Ini adalah perjalanan panjang dari
pelataran menuju hadirat Allah. Ini dimulai ketika kita menyadari bahwa diri
ini lemah dan penuh noda, lalu membiarkan Allah menenun hidup kita dengan
benang-benang kasih, ketaatan, dan pertobatan.
Pelataran itu tampak sederhana, tetapi di
situlah umat Israel pertama kali berjumpa dengan Allah. Begitu pula dengan
kita: kehidupan sehari-hari yang tampak biasa bisa menjadi “pelataran” di mana
kita mengalami hadirat Allah—jika kita memilih untuk hidup dalam kekudusan. Setiap
perkataan, tindakan, dan keputusan menjadi kesempatan untuk memantulkan cahaya
lenan putih itu, agar dunia melihat kemurnian Kristus melalui hidup kita.
Saudara, Jika Tuhan menatap pelataran hidup kita hari ini, apakah Ia akan
menemukan kemurnian, keteguhan, dan kasih karunia yang nyata? Mari Saudara,
kita semakin menyadari untuk semakin hidup kudus dan setia dalam proses
pengudusan yang Tuhan berikan. (FS)

Komentar
Posting Komentar