Eksklusif dalam Iman, Inklusif dalam Kasih
Eksklusif dalam Iman, Inklusif dalam Kasih
Bacaan Alkitab : Keluaran 27: 13-17
Dalam
pembangunan Kemah Suci, Allah memerintahkan Musa membuat setiap bagian dengan
sangat teliti dan tidak boleh salah. Tidak ada bagian yang dibuat sembarangan,
karena setiap detail memiliki makna rohani. Mulai dari ukuran, bahan, warna,
sampai cara pemasangannya, semuanya ditentukan langsung oleh Allah. Salah satu
bagian penting yang Tuhan perintahkan adalah pintu pelataran.
Sekilas, pintu ini terlihat sederhana, karena hanya kain yang digantung. Namun
Allah memberi perintah khusus tentang letaknya, panjangnya, warnanya, bahkan
tiang penyangganya. Itu berarti pintu ini bukan sekadar akses fisik, tetapi
memiliki pesan rohani. Pintu itu adalah satu-satunya jalan untuk masuk ke pelataran.
Menariknya,
pintu itu dibuat dari kain yang indah yaitu, ungu, biru, kirmizi, dan lenan
putih. Setiap warna ini menceritakan tentang Kristus, yaitu Raja yang mulia,
berasal dari surga, mengorbankan diri-Nya, dan hidup dalam kekudusan. Jadi
sebelum Yesus lahir, Allah sudah menempatkan gambaran-Nya di pintu pelataran. Jadi
pintu itu berbicara tentang Kristus. Sama seperti pintu pelataran hanya satu,
demikian pula keselamatan hanya melalui Yesus. Dunia boleh menawarkan banyak
jalan, tetapi Allah sudah menetapkan hanya ada satu pintu menuju hadirat-Nya.
Ini bukan kesombongan rohani, melainkan ketetapan ilahi. Yesus sendiri berkata, “Akulah pintu. Barangsiapa masuk melalui
Aku, ia akan selamat.” (Yoh. 10:9). Oleh sebab itu, sebagai orang
Kristen, kita percaya dengan tegas bahwa Kristus adalah satu-satunya
pintu keselamatan.
Namun
bagaimana kita hidup di tengah dunia yang plural, penuh perbedaan agama dan
keyakinan? Apakah berarti kita harus memusuhi mereka? Tentu saja tidak. Yesus
memang satu-satunya pintu keselamatan, dan kita pun meyakini bahwa tidak
mungkin manusia dengan kemampuannya sendiri dapat datang kepada Allah yang
kudus tanpa melalui pengampunan dosa, namun Yesus tidak pernah mengajarkan
kebencian. Sebaliknya, Ia mengajarkan kita untuk mengasihi sesama, bahkan
mereka yang berbeda keyakinan. Ketahuai bahwa, toleransi yang sejati ialah
mengasihi dalam perbedaan. Toleransi tidak menyamakan semua agama tetapi
menghormati keyakinan orang lain, dan tidak memaksa atau menghakimi mereka.
Jadi tugas kita sebagai orang percaya, kita jangan memaksa orang lain untuk
percaya dengan agama kita, melainkan menghormati mereka dan tetap menjaga
identitas kita sebagai pengikut Kristus. Oleh karena itu, mari kita tetap
berpegang pada Kristus sebagai satu-satunya pintu, namun berjalan di dunia
dengan hati yang penuh kasih, sehingga melalui hidup kita, orang lain bisa
melihat betapa indahnya Sang Pintu itu.
Saudara,
bagaimana sikap kita terhadap orang yang berbeda iman: mengasihi atau
menghindar? menghormati atau menghakimi? Kiranya melalui firman Tuhan ini kita
dibentuk untuk menjadi pribadi yang mengasihi serta menghormati orang yang
berbeda keyakinan dengan kita. Amin. (RT)

Komentar
Posting Komentar