Aturan yang Menghidupkan
Aturan yang Menghidupkan
Dalam bagian terakhir dari Keluaran 26:26–29,
Allah memerintahkan Musa untuk membuat kayu lintang
yang dipasang pada
papan-papan tabernakel. Fungsinya adalah mengikat dan menguatkan papan-papan itu agar menjadi satu kesatuan yang kokoh dan
tidak mudah goyah. Dengan adanya kayu lintang, Kemah Suci (Tabernakel) tidak mudah bergeser atau runtuh, baik
ketika diterpa angin maupun saat dipindahkan. Pada ayat penutup (Keluaran 26:30), Allah menegaskan: “Demikianlah engkau
harus mendirikan Kemah Suci itu sesuai dengan rancangan yang telah ditunjukkan
kepadamu di atas gunung.” Hal ini menekankan bahwa Musa harus menaati setiap
detail dari rancangan Allah. Kemah
Suci, sebagai tempat
kehadiran Allah di tengah umat-Nya, harus didirikan sesuai dengan
ketetapan-Nya, sebab tempat itu merupakan lambang kekudusan dan kemuliaan Allah.
Keluaran 26: 30 ini menunjukkan bahwa aturan-aturan Allah tidak dimaksudkan
untuk membebani umat-Nya, tetapi untuk kebaikan mereka. Salah satu bentuk kebaikan itu tampak
dalam tata cara penyembahan
kepada-Nya. Mulai dari pembuatan Kemah Suci, mezbah
korban bakaran (Keluaran 27), hingga pakaian imam (Keluaran 28) — semuanya
merupakan wujud kasih Allah agar umat-Nya dapat tetap selamat meskipun berada
di hadapan hadirat-Nya yang kudus.
Melalui
aturan-Nya, Allah sedang menyatakan
standar kekudusan-Nya yang sempurna, supaya
manusia dapat menyadari bahwa mereka tidak mungkin menghampiri Allah tanpa
bergantung pada kasih
karunia-Nya.
Saudara, dalam perjalanan kita bersama
Allah, terkadang kita merasa bahwa perintah-perintah-Nya terlalu banyak atau
membatasi kebebasan kita. Akibatnya, sebagian orang memilih untuk hidup “bebas”
tanpa memperhatikan aturan Allah. Namun sesungguhnya, kita sering lupa bahwa aturan-aturan Allah diberikan untuk
menunjukkan kasih karunia-Nya
(Ulangan 10:12–13), menyadarkan
manusia akan dosa-dosanya
(Roma 5:20), serta menyatakan
kasih-Nya kepada kita
(1 Yohanes 4:7–8). Dengan demikian, hukum dan peraturan Allah bukanlah beban yang menyusahkan, melainkan sarana yang menghidupkan, melindungi, dan
menyelamatkan kita. Oleh karena itu, marilah kita
merespons setiap hukum dan perintah Allah dengan ketaatan yang lahir dari kasih kepada-Nya.
Saudara, mari sejenak kita merenungkan Firman yang baru saja kita dengar. Saudara, bagaimana respons kita terhadap hukum dan aturan Allah dalam Alkitab? Mari evaluasi hati dan tindakan kita, agar kita menaati hukum-hukum Allah dengan seluruh keberadaan diri kita. (TH)

Komentar
Posting Komentar