Bukan Sekedar Donasi Tapi Devosi
Bukan Sekedar Donasi Tapi Devosi
Dalam Keluaran 25:1-9, Allah
memerintahkan Musa agar umat Israel membawa persembahan sukarela untuk
membangun Kemah Suci. Daftar persembahan itu bukan sekadar materi berharga
seperti emas, perak, kain ungu, atau batu mulia, tetapi sebuah undangan bagi setiap
orang untuk ikut ambil bagian dalam karya Allah. Menariknya, Allah tidak
memaksa. Ia hanya meminta dari setiap orang yang "tergerak hatinya dengan
rela." Artinya, pembangunan tempat Allah berdiam bukan sekadar soal bahan,
tetapi tentang hati yang rela memberi.
Dalam ayat ini juga, Kemah Suci menjadi
simbol nyata bahwa Allah ingin tinggal di tengah umat-Nya. Bukan hanya sebagai
Allah yang jauh di surga, tetapi Allah yang hadir, berjalan, dan menyertai.
Kehadiran-Nya itu menjadi pusat ibadah, pusat kehidupan, dan pusat identitas
umat. Tanpa Allah di tengah mereka, Israel hanyalah bangsa biasa, tetapi dengan
hadirat-Nya mereka menjadi umat pilihan yang kudus dan umat pemenang.
Di sini juga, Tuhan tidak berkata: “Semua
orang wajib membawa persembahan!” Ia hanya meminta dari mereka yang hatinya
rela. Ada yang membawa emas, ada yang membawa kain lenan, ada pula yang membawa
minyak. Setiap orang memberi sesuai apa yang mereka miliki. Tidak semua sama,
tetapi setiap persembahan bernilai di mata Tuhan, karena semua itu akan dipakai
untuk membangun Kemah Suci—tempat Allah tinggal bersama umat-Nya.
Di
sini kita belajar sesuatu yang sangat indah: Allah bukan hanya Allah yang jauh
di surga. Ia mau hadir, nyata, dan dekat dengan umat-Nya, bahkan di tengah
padang gurun sekalipun. Tapi untuk itu, Ia mengajak umat-Nya memberi. Bukan
karena Ia kekurangan, melainkan karena Ia ingin hati mereka terikat dengan
hadirat-Nya.
Begitu juga dengan kita hari ini. Tuhan
masih rindu “berdiam” dalam hidup kita. Bukan lagi di dalam kemah atau bangunan
fisik, melainkan di dalam hati yang rela membuka diri bagi-Nya. Ia tidak
menuntut kita semua memberi hal yang sama, tetapi Ia melihat kerelaan hati kita
Saudara, apakah kita masih memandang
ibadah dan pelayanan hanya sebagai kewajiban, ataukah kita memberi dengan hati
yang rela karena kita rindu Allah berdiam di tengah-tengah kita? Kemah Suci
zaman sekarang bukan lagi fisik, melainkan hati kita yang dibangun sebagai bait
Allah. Setiap persembahan waktu, tenaga, talenta, dan harta yang kita bawa
kepada Tuhan adalah wujud kerinduan agar hadirat-Nya semakin nyata dalam hidup
kita. (FS)

Komentar
Posting Komentar