Api Kudus, Kasih yang Merangkul

Selasa, 23 September 2025
Api Kudus, Kasih yang Merangkul 
Bacaan Alkitab : Keluaran 24: 15-18

Bagian terakhir dari pasal ini mencapai klimaks ketika Musa diundang masuk ke dalam kemuliaan Allah. Sejak awal kitab Keluaran, Musa berulang kali mengalami perjumpaan dengan Allah: pertama kali di semak duri yang menyala (Kel. 3:2), kemudian dipanggil sebagai perantara umat (Kel. 24:1–2), menyaksikan Allah bersama para pemimpin Israel dalam perjamuan perjanjian (Kel. 24:9–11), dan berbicara dengan Allah di gunung dalam awan kemuliaan (Kel. 24:15–16). Hari ini kita melihat puncaknya: Allah mengundang Musa bukan hanya untuk melihat, melainkan juga untuk berdiam di dalam kemuliaan-Nya.

Kemuliaan TUHAN berdiam di atas Gunung Sinai, tertutup awan selama enam hari, dan tampak bagi Israel bahwa kemuliaan itu  seperti api yang menghanguskan. Namun, Allah memanggil Musa untuk tinggal empat puluh hari empat puluh malam dalam hadirat-Nya. Hal ini menegaskan bahwa meskipun Allah adalah “api yang menghanguskan,” kudus dan dahsyat, sehingga setiap pelanggaran terhadap kekudusan-Nya berujung kebinasaan. Tetapi oleh anugerah-Nya, Musa diperkenankan masuk dan berdiam di hadapan-Nya. Maka kita belajar bahwa Allah dapat menghukum pelanggar kekudusan-Nya, tetapi kasih karunia-Nya tetap memelihara umat-Nya di hadapan-Nya.

Saudara, banyak orang memandang Allah sebagai Pribadi yang jauh dan sulit dijangkau, sehingga berusaha mendekat pada Allah melalui ritual yang berat dan melelahkan. Ada juga yang menolak ritual sama sekali karena dianggap memberatkan. Namun, Firman hari ini menegaskan panggilan untuk mendekat kepada Allah dalam kasih karunia-Nya dengan keseimbangan yang benar. Ritual lahiriah yang masih harus kita lakukan saat ini seperti baptisan, perjamuan kudus, kebaktian, dan doa bersama tetap penting. Tetapi, harus disertai disiplin rohani pribadi—membaca Firman, berdoa, dan beribadah—sebagai ungkapan kasih kepada Allah yang kudus sekaligus dekat. Dengan demikian, kita belajar menghormati-Nya tanpa merasa jauh, dan mengasihi-Nya tanpa menjadi sembrono.

Saudara, mari sejenak kita merenungkan Firman yang baru saja kita baca. Saudara, bagaimana saudara menjaga keseimbangan antara kesetiaan pada ritual lahiriah dan kedalaman hati dalam relasi dengan Allah? Mari sejenak kita mengevaluasi diri kita masing-masing sehingga kita dapat menghormati Allah tanpa merasa jauh serta mengasihi-Nya dalam kekudusan-Nya. (TH)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup sesuai Kehendak Allah

Menghormati Allah dalam Penderitaan

Pengalaman Rohani Bersama Allah