Api Kudus, Kasih yang Merangkul
Api Kudus, Kasih yang Merangkul
Bagian
terakhir dari pasal ini mencapai klimaks ketika Musa diundang masuk ke dalam
kemuliaan Allah. Sejak awal kitab Keluaran, Musa berulang kali mengalami
perjumpaan dengan Allah: pertama kali di semak duri yang menyala (Kel. 3:2),
kemudian dipanggil sebagai perantara umat (Kel. 24:1–2), menyaksikan Allah
bersama para pemimpin Israel dalam perjamuan perjanjian (Kel. 24:9–11), dan
berbicara dengan Allah di gunung dalam awan kemuliaan (Kel. 24:15–16). Hari ini
kita melihat puncaknya: Allah mengundang Musa bukan hanya untuk melihat,
melainkan juga untuk berdiam di dalam kemuliaan-Nya.
Kemuliaan
TUHAN berdiam di atas Gunung Sinai, tertutup awan selama enam hari, dan tampak
bagi Israel bahwa kemuliaan itu seperti
api yang menghanguskan. Namun, Allah memanggil Musa untuk tinggal empat puluh
hari empat puluh malam dalam hadirat-Nya. Hal ini menegaskan bahwa meskipun Allah adalah “api yang menghanguskan,” kudus dan
dahsyat, sehingga setiap pelanggaran terhadap kekudusan-Nya berujung
kebinasaan. Tetapi oleh anugerah-Nya, Musa
diperkenankan masuk dan berdiam di hadapan-Nya. Maka kita belajar bahwa Allah dapat
menghukum pelanggar kekudusan-Nya, tetapi kasih karunia-Nya tetap memelihara umat-Nya
di hadapan-Nya.
Saudara,
banyak orang memandang Allah sebagai Pribadi yang jauh dan sulit dijangkau,
sehingga berusaha mendekat pada Allah melalui ritual yang berat dan melelahkan.
Ada juga yang menolak ritual sama sekali karena dianggap memberatkan. Namun,
Firman hari ini menegaskan panggilan untuk mendekat kepada Allah dalam kasih
karunia-Nya dengan keseimbangan yang benar. Ritual lahiriah yang masih harus
kita lakukan saat ini seperti baptisan, perjamuan kudus, kebaktian, dan doa
bersama tetap penting. Tetapi, harus disertai disiplin rohani pribadi—membaca
Firman, berdoa, dan beribadah—sebagai ungkapan kasih kepada Allah yang kudus
sekaligus dekat. Dengan demikian, kita belajar menghormati-Nya tanpa merasa
jauh, dan mengasihi-Nya tanpa menjadi sembrono.
Saudara,
mari sejenak kita merenungkan Firman yang baru saja kita baca. Saudara, bagaimana
saudara menjaga keseimbangan antara kesetiaan pada ritual lahiriah dan
kedalaman hati dalam relasi dengan Allah? Mari sejenak kita mengevaluasi diri
kita masing-masing sehingga kita dapat menghormati Allah tanpa merasa jauh
serta mengasihi-Nya dalam kekudusan-Nya. (TH)

Komentar
Posting Komentar