Warisan Iman
Warisan Iman
Saudara, dalam ayat-ayat yang kita baca
diceritakan bahwa Yusuf diberitahu bahwa ayahnya sedang sakit. Yusuf membawa
kedua putranya, Manasye dan Efraim untuk bertemu dengan ayahnya. Ketika Yakub
mendengar kedatangan Yusuf, ia mengumpulkan kekuatannya dan duduk di tempat
tidurnya. Kemudian Yakub mengingatkan Yusuf tentang perjumpaannya dengan Allah
dengan Allah di Lus, Kanaan. Yakub menceritakan lagi bahwa di sana Allah
berjanji bahwa Ia akan membuat keturunannya menjadi bangsa yang besar dan
memberikan tanah Kanaan kepada keturunannya sebagai milik pusaka yang abadi.
Saudara, cerita di dalam kisah ini
setidaknya dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi orang tua.
Sebagai orang tua, Yakub ingin anak dan cucunya memahami bahwa identitas
keluarga mereka bukan sekedar hanya hubungan darah tapi berakar pada hubungan
perjanjian dengan Allah. Sebagai umat Allah mereka dipanggil untuk menjadi
bagian dari rencana Allah yang besar dan tinggal di tanah yang Allah janjikan.
Oleh sebab itu, saat ini keluarga mereka hanyalah orang asing di Mesir sehingga
suatu saat harus kembali lagi ke tanah Kanaan. Kedua, dari sisi anak. Yusuf
membawa kedua anaknya bukan sekadar untuk menerima berkat tapi juga untuk
mendengar langsung kisah iman kakek mereka. Sehingga meskipun mereka dibesarkan
di Mesir, Yusuf ingin agar mereka memahami pengalaman spiritual yang membentuk
keluarga mereka. Kemudian menyadari bahwa mereka bukan hanya pewaris iman dari
orang tua tapi juga menjadi saksi dari karya Allah dalam hidup mereka.
Pengalaman iman Yakub bukan hanya cerita nostalgia tapi juga menjadi fondasi
untuk membangun hubungan mereka sendiri dengan Allah.
Saudara, cerita ini mengajarkan dua hal
penting dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Sebagai orang tua, kita
bukan hanya mengajarkan iman kepada anak sebagai cerita masa lalu tapi juga
membantu mereka memahami realitas karya Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga identitas sebagai orang percaya tidak dipahami sebagai status turun
temurun tapi mereka juga merupakan bagian dari umat kepunyaan Allah. Di sisi
lain, sebagai anak kita pun bukan hanya mendengar pengalaman iman itu sebagai
cerita nostalgia dari orang tua. Tapi karya-karya Allah tersebut adalah bentuk
pemeliharaan Allah yang nyata dalam perjalanan hidup kita.
Pengalaman-pengalaman itu juga menjadi fondasi dalam pembentukan iman kita
kepada Allah. Kiranya Allah memberikan kemampuan dan hikmat sehingga kita
menjalankan peran sesuai dengan kehendak-Nya, baik sebagai orang tua atau pun
sebagai anak.
Saudara, sebagai orang tua sudahkan kita membantu anak-anak untuk memahami identitas imannya kepada Allah? Atau sebagai anak, sudahkan kita melihat pengalaman iman orang tua kita sebagai bagian dari pemeliharaan Allah yang nyata dalam perjalanan hidup kita? Jika belum maka mari kita datang kepada Allah dan membawa semuanya di dalam doa kepada-Nya. Mari meminta kekuatan dari Allah sehingga kita dapat menjadi orang tua yang membina anak-anak kita untuk mengenal iman mereka pada Allah. Kiranya Allah juga memberikan kemampuan agar kita dapat melihat pengalaman iman orang tua sebagai bagian dari pemeliharaan Allah yang nyata.
Komentar
Posting Komentar