Permohonan Abraham untuk Sodom (3)

Kamis, 21 Maret 2024

Permohonan Abraham untuk Sodom (3)

Bacaan Alkitab : Kejadian 18 : 23 – 26


            Ketika Abraham mengetahui bahwa Allah hendak memusnahkan Sodom, tempat tinggal Lot keponakannya. Ia segera mendekat dan memohon kepada Allah untuk membatalkan penghukuman tersebut. Abraham mendasarkan permohonannya dengan bertanya, “…bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?” (ay. 24). Keil, seorang theolog Kristen menafsirkan bagian ini sebagai tindakan Abraham yang lahir dari kasih kepada sesama dan iman kepada Allah yang sanggup menyelamatkan orang benar.

            Sebutan “orang benar” (tsaddiq) beberapa kali ditemukan dalam Alkitab seperti 50x dalam mazmur dan 66 kali dalam amsal. Bill T. Arnorld seorang theolog Kristen mendefinisikan orang benar sebagai seseorang yang memiliki sikap batin menghormati dan mengasihi Allah sehingga berhati-hati dalam bertindak agar terhindar dari jerat dosa. Permohonan Abraham berkaitan dengan ditemukannya 50 orang di Sodom, menjadi suatu hal yang mustahil sebab Sodom adalah kota yang penuh dengan dosa sehingga Allah bermaksud menghukumnya. Namun, Abraham berpandangan bahwa orang-orang benar tidak seharusnya mengalami penghukuman bersama-sama dengan orang fasik. Dan, Allah menyetujui bahwa jika ada 50 orang benar, maka, “…Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.” (ay. 25-26).

            Saudara, seorang tsaddiq/orang benar adalah seseorang yang menerapkan kebenaran dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri dan sesama. Dalam hubungannya dengan Allah, tsaddiq akan membaca Firman Tuhan, berdoa, serta melakukan disiplin rohaninya dengan tekun sehingga prioritas seluruh kehidupannya adalah Allah, memiliki sikap rendah hati serta memiliki sudut pandang kekekalan. Dalam hubungannya dengan diri sendiri, seorang tsaddiq akan memiliki kesalehan dan bertumbuh dalam buah Roh. Dalam hubungannya dengan sesama maka seorang tsaddiq akan murah hati, memiliki empati kepada sesama, mampu bersikap adil serta menunjukkan kasih Allah dalam setiap tindakannya kepada sesama. Dengan demikian, seorang tsaddiq akan memiliki kehidupan yang berkenan di hadapan Allah dan sesama.

            Saudara, menjadi seorang tsaddiq adalah perjalanan kita bersama-sama dengan Allah. Sehingga, mari andalkan Tuhan dalam setiap situasi kehidupan yang Ia ijinkan untuk kita alami agar kita bertumbuh semakin serupa dengan-Nya dan menjadi orang benar di hadapan-Nya dan sesama. (TH)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembalakanlah Kawanan Domba Allah

Abram dan Lot Berpisah (2)

Penutup