Pengalaman Pahit yang Melahirkan Kasih
Pengalaman Pahit yang Melahirkan Kasih
Saudara, ayat yang kita baca dan akan renungkan hari ini
masih membahas tentang hukum sosial, khususnya larangan menindas orang asing
(pendatang). Di sana dijelaskan bahwa, "Janganlah kamu menindas orang
asing, karena kamu sendiri tahu bagaimana rasanya hidup sebagai orang asing;
sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir."
Saudara, hukum ini diberikan kepada orang Israel agar orang
Israel tidak menjadi bangsa yang menindas orang asing dan lemah. Hal ini Karena
salah satu kelompok yang rentan untuk ditindas dalam masyarakat Israel saat itu
adalah orang asing. Mereka tidak punya tanah, harta warisan, atau perlindungan
keluarga. Karena itu, mereka mudah ditindas. Allah mengingatkan Israel bahwa
mereka pernah mengalami pahitnya ditindas di Mesir. Maka, pengalaman itu harus
membuat mereka berempati dan memperlakukan orang asing dengan kasih dan
keadilan.
Saudara, larangan ini tegas dan langsung, kata “menindas”
yang dipakai dalam ayat tersebut memiliki arti menekan, menyulitkan, atau
memperlakukan dengan kasar. Allah ingin bangsa Israel berbeda dari
bangsa-bangsa lain, bukan menindas yang lemah, tetapi melindungi mereka. Karena
bangsa Israel sendiri tahu bagaimana rasanya hidup sebagai orang asing. Bangsa
Israel tidak hanya tahu secara teori, tetapi merasakan penderitaan sebagai
budak di Mesir yang pernah dijajah, namun dibebaskan Allah. Tuhan menekankan pengalaman
itu sebagai alasan moral untuk menumbuhkan empati dan belas kasih. Jadi,
perintah untuk mengasihi orang asing adalah respons syukur atas karya
pembebasan Allah.
Saudara hukum ini juga diberikan kepada kita agar kita juga
mengasihi orang asing di sekitar kita. Karena, dalam hidup, setiap orang pernah
merasakan bagaimana rasanya menjadi “orang asing”: tidak dikenal, tidak
diterima, bahkan ditolak. Namun, pengalaman penderitaan kita seharusnya
melahirkan empati, bukan kekerasan. Tuhan ingin kita membangun kehidupan yang
penuh kasih, karena kita tahu bagaimana rasanya tidak dianggap. Oleh karena
itu, Tuhan mengajak kita untuk menghadirkan keramahan, pengertian, dan kasih,
sebagaimana kita sendiri mendambakan hal itu di saat kita menjadi orang yang
ditindas.
Jadi, dari ayat ini kita belajar tiga hal. Pertama, belajar
dari pengalaman. Jika kita pernah merasa tidak dianggap, kesepian, atau
ditolak, mari gunakan pengalaman itu untuk lebih peka terhadap orang lain.
Kedua, memberi ruang bagi yang berbeda. Apabila di sekolah, pekerjaan, atau
gereja, ada orang-orang yang dianggap “asing”. Kita dipanggil untuk membuka
hati dan menyambut mereka. Ketiga, menjadi saksi kasih Tuhan. Tindakan kecil
seperti menyapa, menolong, atau mendengarkan dapat menjadi wujud nyata kasih
Kristus bagi sesama.
Saudara, apakah kita sudah menjadi berkat lewat pengalaman kita? Atau justru kita melukai orang karena kita memiliki pengalaman yang pahit. Kiranya dalam anugrah-Nya Tuhan membentuk kita lewat pengalaman kita yang pahit menjadi pribadi yang adil, penuh belas kasih, serta memperlakukan orang dengan baik dan benar. Amin. (RT)
Komentar
Posting Komentar