Belajar dari Pengalaman
Belajar dari Pengalaman
Saudara
dalam ayat bacaan hari ini, menjelaskan mengenai tanggung jawab pemiliki lembu
yang menyebabkan kematian pada seseorang. Dalam ayat 28 dijelaskan jika seekor
lembu menanduk seseorang sampai mati, maka lembu itu harus dilempari batu
sampai mati tetapi pemiliknya tidak dihukum. Sedangkan dalam ayat 29 dijelaskan
jika seekor lembu memang diketahui suka menanduk dan pemiliknya sudah
diperingatkan tetapi tidak mengurungnya,
maka jika lembu itu menanduk hingga membunuh seseorang maka lembu dan
pemilik harus dihukum mati. Ayat 30 menjelaskan kemungkinan tebusan sebagai
ganti hukuman mati bagi pemilik. Ayat 31 menegaskan bahwa hukum ini berlaku
baik untuk laki-laki maupun perempuan. Ayat 32 menjelaskan jika lembu menanduk
seorang budak, maka pemilik harus membayar tiga puluh syikal perak kepada
tuannya, dan lembu itu tetap harus dibunuh.
Saudara melalui ayat hari ini, kita melihat
pentingnya belajar dari pengalaman. Saat pemilik lembu tahu bahwa binatangnya
berbahaya dan tetap membiarkannya, lalu binatang tersebut membunuh orang lain
maka pemilik tidak bisa beralasan kejadian itu tidak disengaja.
Ketidaksengajaan pertama mungkin bisa dimaklumi, tetapi pengulangan kesalahan
karena kelalaian menunjukkan hati yang keras dan tidak mau belajar. Alkitab
menuntut kepekaan dan kesungguhan untuk memperbaiki kesalahan serta mencegah
kerugian lebih besar. Ayat ini juga mengajarkan bahwa belajar dari pengalaman
adalah bagian dari pertobatan dan tanggung jawab pribadi. Tuhan tidak memandang
ringan kelalaian yang membawa kematian. Dengan memberikan ruang untuk tebusan,
hukum ini menunjukkan kasih Allah yang adil namun penuh belas kasih. Namun,
keadilan tetap ditegakkan agar tidak terjadi penyalahgunaan belas kasih.
Saudara melalui renungan hari ini, kita
diingatkan agar tidak terus-menerus mengabaikan
pengalaman buruk yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup. Pengalaman, termasuk
yang menyakitkan, adalah guru yang berharga bila direnungkan dengan rendah
hati. Jika Tuhan telah menunjukkan sesuatu yang berbahaya dalam hidup kita,
baik melalui sikap, kebiasaan, atau keputusan maka kita dipanggil untuk
bertobat dan berubah. Mengabaikan teguran rohani atau pengalaman buruk dapat
membahayakan diri dan orang lain. Belajar dari kesalahan masa lalu adalah
bentuk kasih kepada sesama. Jangan sampai kelalaian menjadi dosa berulang yang
merugikan banyak pihak. Setiap pengalaman hidup adalah sarana pembentukan
karakter agar kita terus bertumbuh dalam Allah.
Saudara, bagaimana respon kita terhadap
pengalaman yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup? Marilah renungkan dengan
rendah hati setiap pengalaman yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Dan
belajarlah dari kesalah masa lalu, Jangan sampai kelalaian menjadi dosa
berulang yang merugikan banyak orang. (DS)

Komentar
Posting Komentar