Menghargai Sesama
Menghargai Sesama
Bacaan Alkitab : Keluaran 21:7-9
Saudara
dalam ayat ini, Allah memberikan hukum khusus mengenai perempuan Ibrani yang
dijual sebagai budak. Tidak seperti budak laki-laki yang dibebaskan pada tahun
ketujuh (Kel. 21:2), seorang budak perempuan ini tetap berada dalam rumah
tuannya. Ini menunjukkan bahwa status budak perempuan lebih kompleks dari budak
laki-laki. Pada ayat 7 dijelaskan bahwa jika seorang ayah menjual anak
perempuannya, ini bukanlah perbudakan biasa, melainkan bentuk perjanjian untuk
menjadi istri atau selir. Pada ayat 8 menyebutkan bahwa jika tuannya tidak
berkenan padanya, ia harus membiarkannya ditebus dan tidak menjualnya ke bangsa
asing. Aturan ini menunjukkan bahwa perlindungan
para budak perempuan dari tindakan eksploitasi. Dan pada ayat 9 menunjukkan
bahwa jika perempuan itu diperuntukkan bagi anak tuannya, maka ia harus
diperlakukan seperti anak perempuan sendiri. Dalam budaya timur dekat kuno, perempuan dianggap sebagai golongan kelas dua sehingga
tidak memiliki hak kepemilikan atau suara dalam pengambilan keputusan, dan
dalam konteks ini, perempuan budak lebih tertekan lagi secara sosial dan
ekonomi.
Saudara dalam sistem
masyarakat patriak kuno, perempuan tidak memiliki status hukum penuh. Mereka hidup
bergantung pada perlindungan pria (ayah, suami, atau anak laki-laki). Jika
tidak ada pelindung, perempuan sangat rentan untuk dieksploitasi. Dalam kasus
ini, perempuan yang dijual adalah budak, status sosial paling rendah. Namun,
Allah tetap memperhatikan kesejahteraannya. Hukum ini tidak mendukung praktik
menjual anak perempuan, tetapi menjadi bentuk regulasi untuk membatasi dan
melindungi perempuan dari ketidakadilan. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa
meskipun budaya menempatkan perempuan sebagai kelas kedua, Allah memberikan
ketentuan agar perempuan ini tidak diperlakukan sembarangan. Ia tidak boleh
dijual ke bangsa asing (ay. 8) dan harus diperlakukan sebagai keluarga jika
dijadikan istri anak tuannya (ay. 9). Ini menunjukkan bahwa hukum Allah
melampaui nilai sosial saat itu dan berfungsi sebagai pelindung bagi yang
tertindas. Dalam dunia yang menganggap perempuan sebagai kelas kedua, hukum ini
memberi nilai pada martabat perempuan. Allah hadir di tengah ketimpangan sosial
dengan memberikan aturan yang menjunjung keadilan.
Saudara, sebagai orang
percaya saat ini, firman ini mengajak kita melihat setiap manusia dengan
kacamata Allah, bukan melalui standar budaya atau status sosial yang ada. Kita
dipanggil untuk memperlakukan sesama dengan hormat, keadilan, dan kasih. Baik
laki-laki maupun perempuan, tanpa memandang latar belakang, ekonomi, atau
status sosial. Dalam relasi sosial, kita diajar untuk tidak memperlakukan orang
lain sebagai alat atau objek. Kita harus menentang sistem yang memperlakukan
manusia sebagai kelas kedua. Dalam pekerjaan, gereja, atau keluarga, kita
dipanggil menjadi pembawa damai dan pelindung bagi yang lemah. Melalui kasih
Kristus, kita belajar menghargai setiap pribadi sebagai ciptaan Allah yang
berharga.
Saudara
sudahkah kita memperlakukan sesama sesuai dengan ajaran yang Allah berikan? Jika
belum, marilah kita perlakukan sesama dengan hormat, keadilan dan kasih. (DS)

Komentar
Posting Komentar